PP No. 35 / 1991

Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991
Tentang : Sungai

Download file: PP_NO_35_TH_1991_SUNGAI   

 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor : 35 TAHUN 1991 (35/1991)
Tanggal : 14 JUNI 1991 (JAKARTA)
Sumber : LN 1991/44; TLN NO. 3445
Presiden Republik Indonesia,

Menimbang:

a. bahwa sungai sebagai sumber air sangat penting fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat dan meningkatkan pembangunan nasional;

b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut dan sebagai pelaksanaan ketentuan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, dalam rangka pemanfaatan dan pelestarian sungai dipandang perlu melakukan pengaturan mengenai sungai yang meliputi perlindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian sungai dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat:

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);

3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran  Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046);

4. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan  Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3225),

6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian  Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG SUNGAI.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Bagian Pertama
Pengertian

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan.

2. Danau adalah bagian dari sungai yang lebar dan kedalamannya secara alamiah jauh melebihi ruas-ruas lain dari sungai yang bersangkutan.

3. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bangunan sungai dalam hal ini bangunan bendungan, dan berbentuk pelebaran alur/badan/palung sungai.

4. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah tata pengairan sebagai hasil pengembangan satu atau lebih daerah pengaliran sungai.

5. Bantaran sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai dihitung dari tepi sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam.

6. Bangunan sungai adalah bangunan yang berfungsi untuk perundungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian sungai.

7. Garis sempadan sungai adalah garis batas luar pengamanan sungai.

8. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Tingkat I.

9. Badan usaha milik Negara adalah badan usaha milik Negara yang dibentuk untuk melakukan pembinaan, pengusahaan, eksploitasi dan pemeliharaan sungai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

10. Pejabat yang berwenang adalah Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

11. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang Pengairan.

Bagian Kedua
Lingkup Pengaturan

Pasal 2

Lingkup pengaturan sungai berdasarkan Peraturan Pemerintah ini mencakup perlindungan, pengembangan, penggunaan, dan pengendalian sungai termasuk danau dan waduk.

BAB II
PENGUASAAN SUNGAI

Pasal 3

(1) Sungai dikuasai oleh Negara, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Pemerintah.

(2) Pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab penguasaan sungai  sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan Menteri.

Pasal 4

Dalam rangka pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab penguasaan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Menteri menetapkan :

a. garis sempadan sungai.

b. pengaturan daerah diantara dua garis sempadan sungai yang ditetapkan sebagai daerah manfaat sungai dan daerah penguasaan sungai.

c. pengaturan bekas sungai.

Pasal 5

(1) Garis sempadan sungai bertanggul ditetapkan dengan batas lebar sekurang-kurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.

(2) Garis sempadan sungai tidak bertanggul ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknis dan sosial ekonomis oleh Pejabat yang berwenang.

(3) Garis sempadan sungai yang bertanggul dan tidak bertanggul yang berada di wilayah perkotaan dan sepanjang jalan ditetapkan tersendiri oleh Pejabat yang berwenang.

Pasal 6

(1) Pengelolaan lahan pada daerah manfaat sungai dilakukan Menteri.

(2) Pemanfaatan lahan pada daerah manfaat sungai dan daerah penguasaan sungai dilakukan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan Menteri.

(3) Pemanfaatan lahan pada bekas sungai diatur lebih lanjut oleh Menteri.

BAB III
FUNGSI SUNGAI

Pasal 7

(1) Sungai sebagai sumber air merupakan salah satu sumber daya alam  yang mempunyai fungsi serbaguna bagi kehidupan dan penghidupan manusia.

(2) Sungai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilindungi dan  dijaga kelestariannya, ditingkatkan fungsi dan kemanfaatannya, dan dikendalikan daya rusaknya terhadap lingkungan.

BAB IV
 WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB PEMBINAAN

Pasal 8

Wewenang dan tanggung jawab pembinaan sungai ada pada Pemerintah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Menteri,

Pasal 9

(1) Wewenang dan tanggung jawab pembinaan sungai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 dapat dilimpahkan kepada badan usaha milik
Negara.
(2) Pelimpahan wewenang dan tanggungjawab sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) tidak melepaskan tanggung jawab Menteri dalam
pembinaan sungai.
Pasal 10
Wewenang dan tanggung jawab pembinaan sungai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 sepanjang belum dilimpahkan kepada badan usaha milik
Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat dilimpahkan kepada
Pemerintah Daerah dalam rangka tugas pembantuan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB V
PERENCANAAN SUNGAI
Pasal 11
(1) Perencanaan dalam rangka pelaksanaan pembinaan sungai
diselenggarakan oleh Menteri berdasarkan kesatuan wilayah sungai.
(2) Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi kegiatan
:
a. inventarisasi dan registrasi sungai, bangunan-bangunan sungai
dan bangunan lain yang berada di sungai;
b. inventarisasi potensi dan sifat-sifat sungai;
c. pengamatan dan evaluasi terhadap banjir, neraca air dan mutu
air;
d. penetapan rencana pembinaan sungai dan penetapan pedoman
pelaksanaan pembinaan sungai;
e. koordinasi atas rencana yang dibuat oleh pihak yang
berkepentingan dalam rangka pengembangan dan penggunaan
sungai.
(3) Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) dapat
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah atau badan usaha milik
Negara berdasarkan kesatuan wilayah sungai yang berada di bawah
wewenang dan tanggungjawabnya masing-masing.
BAB VI
PEMBANGUNAN BANGUNAN SUNGAI
Pasal 12
(1) Pembangunan bangunan sungai yang ditujukan untuk kesejahteraan
dan keselamatan umum diselenggarakan oleh Pemerintah atau badan
usaha milik Negara.
(2) Pembangunan bangunan sungai selain untuk tujuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dapat dilakukan oleh badan hukum, badan
sosial atau perorangan setelah memperoleh ijin dari Pejabat yang
berwenang.
(3) Pembangunan bangunan sungai dilakukan berdasarkan standar
konstruksi bangunan yang ditetapkan oleh Menteri.
BAB VII
EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN SUNGAI
DAN BANGUNAN SUNGAI
Pasal 13
(1) Eksploitasi dan pemeliharaan sungai dan bangunan sungai meliputi
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan evaluasi.
(2) Pelaksanaan eksploitasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) yang ditujukan untuk kesejahteraan dan keselamatan
umum dalam rangka pembinaan sungai dilakukan oleh Pemerintah
atau badan usaha milik Negara.
(3) Pelaksanaan eksploitasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) yang pembangunannya dilakukan oleh badan hukum,
badan sosial atau perorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
ayat (2), dilakukan oleh yang bersangkutan.
BAB VIII
PENGUSAHAAN SUNGAI DAN BANGUNAN SUNGAI
Pasal 14
(1) Pengusahaan sungai dan/atau bangunan sungai yang ditujukan untuk
kesejahteraan masyarakat dilaksanakan oleh Pemerintah.
(2) Pelaksanaan pengusahaan sungai dan/atau bangunan sungai
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh badan usaha
milik Negara.
(3) Selain diusahakan oleh badan usaha milik Negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) pengusahaan sungai dan/atau bangunan
sungai dapat dilakukan oleh badan hukum, badan sosial dan
perorangan setelah memperoleh ijin dari pejabat yang berwenang.
BAB IX
PEMBANGUNAN, PENGELOLAAN DAN PENGAMANAN WADUK
Bagian Pertama
Pembangunan
Pasal 15
(1) Pembangunan waduk dilakukan sesuai dengan rencana pembinaan
sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(2) Pembangunan waduk yang ditujukan untuk kesejahteraan dan
keselamatan umum diselenggarakan oleh Pemerintah atau badan
usaha milik Negara.
(3) Pembangunan waduk yang dilakukan oleh badan hukum, badan sosial,
atau perorangan harus terlebih dahulu mendapat ijin penggunaan air
dan/atau sumber air dari Pejabat yang berwenang dan dilaksanakan
berdasar pada rencana teknis yang telah disahkan oleh Menteri.
(4) Penggunaan lahan yang diperlukan untuk membangun waduk harus
diselesaikan menurut tata cara yang ditetapkan peraturan perundangundangan
yang berlaku.
(5) Dampak sosial yang mungkin timbul sebagai akibat pembangunan
waduk, harus ditangani secara tuntas dengan melibatkan berbagai
pihak yang terkait dan dikoordinasikan oleh Menteri.
Bagian Kedua
Pengelolaan
Pasal 16
(1) Pengelolaan waduk merupakan kegiatan yang terdiri dari eksploitasi
dan pemeliharaan waduk.
(2) Eksploitasi dan pemeliharaan waduk merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk menjaga kelangsungan fungsi waduk sesuai dengan
tujuan pembangunannya.
(3) Eksploitasi dan pemeliharaan waduk meliputi kegiatan-kegiatan :
a. pemantauan muka air waduk,
b. pengaturan penggunaan waduk untuk masing-masing
kebutuhan;
c. pengaturan pemeliharaan bendungan;
d. pengaturan sistem pelaporan, evaluasi dan gawar banjir.
(4) Pengelolaan waduk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
oleh masing-masing pihak yang membangun waduk yang
bersangkutan sesuai dengan pedoman pengoperasian waduk yang
ditetapkan oleh Menteri dan ketentuan peraturan perundang-undangan
lain yang berlaku.
Bagian Ketiga
Pengamanan
Pasal 17
(1) Pengamanan waduk merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan
untuk mencegah terjadinya hal-hal yang membahayakan waduk dan
lingkungannya.
(2) Pengamanan waduk meliputi kegiatan-kegiatan :
a. pengamanan daerah sabuk hijau;
b. pemeriksaan secara berkala atas bendungan, waduk dan
lingkungannya,
c. pengamanan dalam kaitannya dengan pemanfaatan waduk.
(3) Pengamanan waduk sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan
oleh masing-masing pihak yang membangun waduk yang
bersangkutan.
(4) Tata cara pengamanan waduk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan oleh Menteri.
BAB X
PENANGGULANGAN BAHAYA BANJIR
Pasal 18
Dalam rangka penanggulangan bahaya banjir Pemerintah menetapkan :
a. tata cara penanggulangan bahaya banjir;
b. pengelolaan dataran banjir termasuk penetapan daerah retensi;
c. pedoman tentang langkah-langkah penanggulangan bahaya banjir baik
sebelum, selama maupun sesudah banjir.
Pasal 19
Gubernur Kepala Daerah mengkoordinasikan usaha penanggulangan bahaya
banjir di daerahnya dengan mengikutsertakan Instansi Pemerintah dan
masyarakat yang bersangkutan.
Pasal 20
Dalam keadaan yang membahayakan, Gubernur Kepala Daerah berwenang
mengambil tindakan darurat guna keperluan pengamanan bahaya banjir.
Pasal 21
Bantaran sungai, daerah retensi, dataran banjir dan waduk banjir selain
berfungsi untuk pengendalian banjir dapat pula dimanfaatkan untuk
kepentingan lain yang berguna bagi masyarakat di sekitarnya dengan syaratsyarat
dan tata cara yang ditetapkan Menteri.
BAB XI
PENGAMANAN SUNGAI DAN BANGUNAN SUNGAI
Bagian Pertama
Pengamanan Sungai
Pasal 22
(1) Pejabat yang berwenang bersama-sama dengan pihak lain yang
bersangkutan, masing-masing sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawabnya, menyelenggarakan upaya pengamanan sungai dan daerah
sekitarnya yang meliputi :
a. pengelolaan daerah pengaliran sungai;
b. pengendalian daya rusak air;
c. pengendalian pengaliran sungai.
(2) Tata cara pelaksanaan ketentuan pengelolaan daerah pengaliran
sungai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Presiden.
(3) Tata cara pelaksanaan ketentuan pengendalian pengaliran sungai
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dan c diatur lebih
lanjut oleh Menteri, dengan memperhatikan kepentingan Departemen
dan/atau Lembaga lain yang bersangkutan.
Bagian Kedua
Pengamanan Bangunan Sungai
Pasal 23
Pejabat yang berwenang dan pihak lain yang membangun bangunan sungai
menyelenggarakan upaya pengamanan bangunan sungai sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Menteri.
BAB XII
KEWAJIBAN DAN LARANGAN
Pasal 24
Masyarakat wajib ikut serta menjaga kelestarian rambu-rambu dan tandatanda
pekerjaan dalam rangka pembinaan sungai.
Pasal 25
Dilarang mengubah aliran sungai kecuali dengan ijin Pejabat yang
berwenang.
Pasal 26
Mendirikan, mengubah atau membongkar bangunan-bangunan di dalam atau
melintas sungai hanya dapat dilakukan setelah memperoleh ijin dari Pejabat
yang berwenang.
Pasal 27
Dilarang membuang benda-benda/bahan-bahan padat dan/atau cair ataupun
yang berupa limbah ke dalam maupun di sekitar sungai yang diperkirakan
atau patut diduga akan menimbulkan pencemaran atau menurunkan kualitas
air, sehingga membahayakan dan/atau merugikan penggunaan air yang lain
dan lingkungan.
Pasal 28
Mengambil dan menggunakan air sungai selain untuk keperluan pokok
sehari-hari hanya dapat dilakukan setelah memperoleh ijin teriebih dahulu
dari pejabat yang berwenang.
Pasal 29
(1) Melakukan pengerukan atau penggalian serta pengambilan bahanbahan
galian pada sungai hanya dapat dilakukan ditempat yang telah
ditentukan oleh Pejabat yang berwenang.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut oleh Pejabat yang berwenang.
BAB XIII
PEMBIAYAAN
Pasal 30
(1) Pembiayaan pembangunan bangunan sungai yang ditujukan untuk
kesejahteraan dan keselamatan umum ditanggung oleh Pemerintah
atau badan usaha milik Negara.
(2) Pembiayaan pembangunan bangunan sungai untuk usaha-usaha
tertentu yang diselenggarakan oleh badan hukum, badan sosial atau
perorangan ditanggung oleh yang bersangkutan.
(3) Masyarakat yang secara langsung memperoleh manfaat dari
pembangunan bangunan sungai sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), dapat diikut sertakan dalam pembiayaan untuk pembangunan
bangunan tersebut sesuai dengan kepentingan dan kemampuannya.
Pasal 31
(1) Pembiayaan eksploitasi dan pemeliharaan sungai dan bangunan sungai
yang ditujukan untuk kesejahteraan dan/atau keselamatan umum
ditanggung oleh Pemerintah atau badan usaha milik Negara sesuai
dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing.
(2) Pembiayaan eksploitasi dan pemeliharaan sungai dan/atau bangunan
sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) ditanggung
oleh badan hukum, badan sosial atau perorangan yang bersangkutan.
(3) Masyarakat yang secara langsung memperoleh manfaat dari adanya
bangunan sungai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
diikutsertakan dalam pembiayaan eksploitasi dan pemeliharaan
tersebut sesuai dengan kepentingan dan kemampuannya.
BAB XIV
PENGAWASAN
Pasal 32
(1) Pengawasan atas penyelenggaraan pembinaan sungai dilakukan oleh
Pejabat yang berwenang.
(2) Pengawasan atas penyelenggaraan pembinaan sungai yang telah
dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah dalam rangka tugas
pembantuan, dilakukan oleh Gubernur Kepala Daerah.
(3) Tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 33
Dipidana berdasarkan ketentuan Pasal 15 Undang-undang Nomor 11 Tahun
1974 dan peraturan perundang-undangan lainnya:
a. barangsiapa untuk keperluan usahanya hanya melakukan
pembangunan bangunan sungai tanpa ijin sebagaimana diatur
dalam Pasal 12 ayat (2) dan Pasal 15 ayat (3);
b. barangsiapa melakukan pengusahaan sungai dan bangunan
sungai tanpa ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
(3);
c. barangsiapa mengubah aliran sungai, mendirikan,mengubah
atau membongkar bangunan-bangunan di dalam atau melintas
sungai, mengambil dan menggunakan air sungai untuk
keperluan usahanya yang bersifat komersil tanpa ijin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 27;
d. barangsiapa membuang benda-benda/bahan-bahan padat
dan/atau cair ataupun berupa limbah ke dalam maupun di
sekitar sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 34
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, peraturan perundangundangan
mengenai sungai yang telah ada sepanjang tidak bertentangan
ataupun belum diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah
ini dinyatakan tetap berlaku.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 3 Desember 1991.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Juni 1991
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 Juni 1991
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
MOERDIONO
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI
I. UMUM
1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan telah
mengatur landasan pokok dalam menyelenggarakan pengaturan
mengenai air dan sumber air.
Beberapa peraturan pelaksanaan dari undang-undang tersebut telah
ditetapkan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang
Tata Pengaturan Air, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982
tentang Irigasi dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1991
tentang Rawa. Selain itu masih diperlukan adanya peraturanperaturan
perundang-undangan lainnya agar dapat mencakup seluruh
permasalahan mengenai air antara lain mengenai sungai. Pengaturan
masalah sungai sebagai sumber air, diperlukan agar sungai dapat
dikelola dengan mantap serta dapat digunakan secara optimal bagi
kepentingan masyarakat secara tertib dan teratur.
Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa air semakin langka
sedangkan permintaan akan pelayanan air semakin meningkat sebagai
akibat adanya perkembangan penduduk dan teknologi, ditambah
dengan menurunnya mutu air beserta sumber-sumbernya. Oleh
karena itu, perlu ada pengaturan yang mendukung usaha-usaha
pelestarian fungsi sungai sebagai sumber air.
Dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 11 Tahun 19’74 dinyatakan
bahwa Pemerintah menetapkan tata cara pembinaan dalam rangka
kegiatan pengairan menurut bidangnya masing-masing sesuai dengan
fungsi dan peranannya.
Selanjutnya di dalam Penjelasan Pasal 10 tersebut di atas ditegaskan
bahwa yang dimaksud dengan bidangnya masing-masing sesuai
dengan fungsi dan peranannya ialah seperti pembinaan sungai, irigasi,
air untuk industri, air untuk usaha perkotaan, air bersih untuk minum
dan keperluan rumah tangga lainnya dan sebagainya. Hal ini berarti
perlu ada pengaturan yang bersifat menyeluruh dalam pembinaan
sungai, yang mencakup perlindungan, pengembangan, penggunaan
dan pengendaliannya.
2. Untuk menjaga kelestarian dan kelangsungan fungsi sungai sebagai
sumber air, maka dalam rangka melaksanakan penguasaan sungai,
perlu ditetapkan adanya garis sempadan di sepanjang sungai.
Pada lahan yang dibatasi garis sempadan tersebut dilakukan
pembatasan-pembatasan atas penggunaan lahan baik pada daerah
manfaat maupun daerah penguasaan sungai.
3. Dalam rangka pelaksanaan penguasaan sungai, Menteri diberi
wewenang dan tanggungjawab pembinaan sungai.
Selanjutnya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun
1982 tentang Tata Pengaturan Air yang merupakan landasan
kebijaksanaan untuk mengatur lebih lanjut tata cara pembinaan dalam
kegiatan pengairan, maka dalam Peraturan Pemerintah ini ditegaskan
bahwa pola pembinaan sungai ditetapkan berdasarkan pada kesatuan
wilayah sungai. Berdasarkan pola pembinaan tersebut, maka wilayah
Indonesia dibagi dalam beberapa wilayah sungai yang akan ditetapkan
oleh Menteri. Dengan demikian sungai-sungai di wilayah Indonesia
akan terbagi ke dalam wilayah-wilayah sungai dimaksud.
Wewenang dan tanggung jawab pembinaan sungai tersebut dapat
dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah dalam rangka tugas
pembantuan atau badan usaha milik Negara yang dibentuk untuk
melakukan pembinaan dan pengusahaan sungai sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
4. Untuk mencapai keterpaduan yang menyeluruh dalam perlindungan,
pengembangan, penggunaan dan pengendalian sungai, bagi tiap
kesatuan wilayah sungai disusun perencana pembinaan sungai yang
ditetapkan oleh Menteri.
5. Pembangunan di bidang sungai dapat dilaksanakan dengan cara
sebagai berikut :
a. Pembangunan sungai, termasuk pendirian bangunan-bangunan
sungai sebagai pelengkapnya, dibedakan dalam 2 (dua) jenis,
yaitu yang ditujukan untuk kesejahteraan dan keselamatan
umum dan yang ditujukan untuk memberikan manfaat untuk
sesuatu kepentingan.
b. Pelaksanaan dan pembiayaan pembangunan sungai yang
ditujukan untuk kesejahteraan dan keselamatan umum
diselenggarakan sendiri oleh Pemerintah atau badan usaha milik
Negara, sedangkan yang ditujukan untuk memberikan manfaat
untuk sesuatu kepentingan diselenggarakan oleh pihak-pihak,
yang berkepentingan berupa badan hukum, badan sosial atau
perorangan berdasarkan ijin serta syarat-syarat tertentu.
c. Bagi kedua jenis kegiatan tersebut, masyarakat dapat diikut
sertakan, baik dalam bentuk pembiayaan maupun dalam bentuk
lain.
Yang dimaksud untuk kesejahteraan dan keselamatan umum ialah
pada dasarnya tidak memberikan keuntungan nilai ekonomi secara
langsung. Sedangkan yang dimaksud dengan yang ditujukan untuk
memberikan manfaat untuk suatu kepentingan, ialah yang
memberikan keuntungan nilai ekonomi secara langsung.
6. Selain sungai merupakan salah satu sumberdaya air, juga memiliki
potensi yang lain yaitu sebagai sumber bahan galian khususnya bahan
galian berupa pasir dan batu. Untuk mendayagunakan dan menjaga
kelangsungan fungsi sungai dan bangunan sungai, maka kegiatankegiatan
eksploitasi dan pemeliharaan dilakukan dengan tetap
menjaga fungsi sungai dan bangunan sungai.
7. Dalam rangka menumbuhkan peran serta masyarakat dalam
pembangunan nasional, maka masyarakat diikut sertakan dalam
kegiatan pembangunan, eksploitasi dan pemeliharaan sungai,
penanggulangan bahaya banjir, maupun pengamanan sungai,
sehingga dapat merasa ikut memiliki dan dengan demikian ikut
merasa bertanggung jawab, misalnya dengan memikul sebagian
tanggung jawab pembiayaan pembangunan, eksploitasi dan
pemeliharaan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Istilah-istilah yang dirumuskan dalam pasal ini dimaksudkan agar supaya
terdapat keseragaman pengertian atas isi Peraturan Pemerintah ini, sehingga
dapat menghindarkan kesalahpahaman dalam penafsirannya.
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Tata pengairan adalah susunan dan letak sumber-sumber air dan/atau
bangunan-bangunan pengairan menurut ketentuan-ketentuan teknik
pembinaan di suatu wilayah pengairan tertentu. Daerah pengaliran
sungai adalah suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara
alamiah dimana air meresap dan/atau mengalir melalui sungai dan
anak-anak sungai yang bersangkutan.
Angka 5
Yang dimaksud dengan palung sungai adalah cekungan yang
terbentuk oleh aliran air secara alamiah, atau galian untuk
mengalirkan sejumlah air tertentu.
Angka 6
Bangunan sungai dimaksud adalah misalnya bendungan, bendung,
tanggul, pintu air, bangunan pembagi banjir, krib, bangunan pelindung
tebing dan sebagainya.
Angka 7
Cukup jelas
Angka 8
Cukup jelas
Angka 9
Cukup jelas
Angka 1 0
Cukup jelas
Angka 11
Cukup jelas
Pasal 2
Yang dimaksud dengan perlindungan sungai adalah upaya pengamanan
sungai terhadap kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh tindakan
manusia dan alam. Pengembangan sungai adalah upaya yang dilakukan
untuk meningkatkan kemanfaatan fungsi sungai sebesar-besarnya tanpa
merusak keseimbangan sungai dan lingkungannya.
Penggunaan sungai adalah upaya memanfaatkan sungai.
Pengendalian sungai adalah upaya untuk lebih memantapkan aliran sungai
sepanjang tahun, guna memperoleh kemanfaatan sungai sebesar-besarnya,
dan mengurangi/meniadakan daya rusak air terhadap sungai dan
lingkungannya.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 4
Yang termasuk dalam daerah manfaat sungai adalah mata air, palung
sungai, dan daerah sempadan yang telah dibebaskan.
Yang termasuk dalam daerah penguasaan sungai adalah dataran banjir,
daerah retensi, bantaran atau daerah sempadan yang tidak dibebaskan.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Mengingat tingkat kepadatan penggunaan lahan di daerah
perkotaan terutama yang terletak di sepanjang jalan sangat tinggi,
maka penetapan garis sempadan sungai yang berada pada lokasi
tersebut perlu ditetapkan lain dengan ketentuan yang berlaku bagi
garis sempadan sungai pada umumnya.
Pasal 6
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendukung pelaksanaan
wewenang dan tanggung jawab penguasaan sungai yang
dilakukan oleh Menteri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Prioritas pemanfaatan lahan ditujukan untuk mengganti lahan
yang terkena alur sungai baru.
Pasal 7
Ayat (1)
Sungai mempunyai fungsi yang luas antara lain yaitu sebagai
penyedia air, prasarana transportasi, penyedia tenaga, penyedia
material, sarana penyaliran (drainase), dan sarana rekreasi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 8
Wewenang dan tanggung jawab pembinaan tersebut mencakup segala
kegiatan pembinaan dalam rangka perlindungan, pengembangan,
penggunaan, dan pengendalian sungai, antara lain meliputi perencanaan,
perencanaan teknis, pembangunan, eksploitasi dan pemeliharaan,
pengusahaan, penanggulangan bahaya banjir, pengamanan dan
pengawasan.
Untuk melaksanakan ketentuan ini, Menteri menetapkan antara lain pola
pembinaan sungai yang didasarkan pada kesatuan wilayah sungai.
Pasal 9
Ayat (1)
Badan usaha milik Negara tesebut mempunyai tugas pokok
mengembangkan dan mengusahakan air dan/atau sumber air
untuk digunakan bagi kesejahteraan masyarakat dengan
menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup. Badan
usaha milik Negara tersebut berada di bawah pembinaan
Menteri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Rencana sebagai hasil perencanaan yang diatur dalam Pasal ini
menjadi bahan bagi penyusunan Rencana Pembinaan Sungai
Nasional yang ditetapkan oleh Menteri. Selanjutnya Rencana
Pembinaan Sungai Nasional tersebut merupakan bagian dari
Rencana Pengembangan Sumber-sumber Air Nasional
sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan neraca air adalah keseimbangan antara
jumlah air yang tersedia di sungai dengan penggunaannya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Yang dimaksud untuk kesejahteraan dan keselamatan umum
ialah pada dasarnya tidak memberikan keuntungan nilai
ekonomi secara langsung.
Ayat (2)
Pembangunan bangunan sungai dalam ketentuan ini ditujukan
untuk memberikan manfaat untuk suatu kepentingan, yaitu
yang memberikan keuntungan nilai ekonomi secara langsung.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan eksploitasi sungai adalah usaha
pengaturan dan pengalokasian sumber daya air dan sumber
daya alam lainnya yang berada di sungai untuk tujuan
pendayagunaan secara optimum. Pemeliharaan sungai, adalah
usaha-usaha yang ditujukan untuk menjamin kelestarian fungsi
sungai sebagai sumber daya, serta untuk menjamin kelestarian
fungsi bangunan sungai.
Perencanaan eksploitasi dan pemeliharaan sungai antara lain
meliputi kegiatan-kegiatan:
1. inventarisasi kondisi sungai dan bangunan sungai.
2. penyusunan urutan prioritas sungai dan bangunan sungai
yang memerlukan pemeliharaan.
3. penyusunan pedoman eksploitasi dan pemeliharaan
bangunan sungai.
Pelaksanaan eksploitasi dan pemeliharaan sungai meliputi
kegiatan-kegiatan:
1. eksploitasi bangunan sungai termasuk semua instrumen
yang merupakan bagian dari sistem pengendalian banjir.
2. pemeliharaan fisik sungai dan bangunan sungai.
3. pemeliharaan peralatan gawar banjir.
4. pemeliharaan kendaraan dan peralatan operasionil.
5. pemeliharaan bangunan kantor dan fasilitas kerja yang
bersangkutan dengan pelaksanaan kegiatan eksploitasi
dan pemeliharaan sungai.
6. pemeliharaan alat-alat pemantau sungai dan keamanan
bangunan sungai.
7. pemasangan tanda batas garis sempadan sungai.
Pengamatan dan evaluasi dalam kegiatan eksploitasi dan
pemeliharaan sungai antara lain meliputi kegiatan-kegiatan:
1. pemantauan kuantitas dan kualitas air sungai.
2. pemantauan kapasitas palung sungai dan bangunan
sungai.
3. peninjauan secara periodik terhadap pedoman eksploitasi
dan pemeliharaan sungai.
4. pemantauan keamanan sungai dan bangunan sungai.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan tata
air. Pembangunan sebuah waduk dapat ditujukan untuk
memenuhi berbagai macam kebutuhan (waduk serbaguna) atau
hanya untuk tujuan-tujuan tertentu misalnya pengendalian
banjir, pembangkit tenaga listrik, irigasi, penyediaan air minum
atau air industri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan gawar banjir (flood warning) adalah
peringatan dini akan adanya banjir.
Ayat (4)
Pelaksanaan pengelolaan waduk sebagaimana dimaksud dalam
ayat ini dapat diserahkan kepada pihak lain.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
a. Penetapan sabuk hijau dilakukan oleh Pejabat yang
berwenang berdasarkan pertimbangan sosial, ekonomis,
teknis dan lingkungan.
b. Pemeriksaan dilakukan antara lain terhadap longsoran,
runtuhan, rembesan, dan bocoran serta masalah lain
yang mengidentifikasikan adanya ketidakstabilan waduk
atau bendungan,
c. Pengawasan dalam kaitannya dengan pemanfaatan
waduk misalnya pemasangan rambu-rambu peringatan
tentang tempat yang berbahaya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pengaturan oleh Menteri dimaksudkan untuk menjaga hal-hal
yang membahayakan waduk dan lingkungannya antara lain
dengan menetapkan pedoman pengamanan waduk.
Pasal 18
Pasal ini memberikan landasan kepada Pemerintah untuk melakukan
pengaturan secara khusus dalam hal terjadi bencana banjir yang membawa
akibat kerugian harta benda maupun jiwa, mengingat penanggulangannya
akan melibatkan beberapa instansi Pemerintah.
Pasal 19
Ketentuan ini sesuai dengan kedudukan Gubernur Kepala Daerah dalam
Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana.Nasional.
Pasal 20
Yang dimaksud dengan tindakan darurat dalam ketentuan ini misalnya,
pengosongan daerah permukiman, penghentian lalu lintas, pengerahan
masyarakat untuk ikut menanggulangi bahaya banjir dan sebagainya.
Pasal 21
Dalam keadaan aman, bantaran sungai, daerah retensi, dataran banjir dan
waduk banjir, merupakan lahan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan
tertentu, akan tetapi penggunaannya perlu diatur dengan maksud agar
dicapai kemanfaatan yang setinggi-tingginya tanpa merusak fungsi sungai
dan bangunan sungai.
Hal-hal yang perlu diatur misalnya mengenai jenis tanaman yang boleh
ditanam dipilih yang tidak akan mengganggu fungsi bantaran dan/atau
daerah sempadan yang bersangkutan dan larangan menanam tanaman keras
dan sebagainya.
Pasal 22
Ayat (1)
Dalam pengendalian pengaliran sungai sebagaimana tercantum
pada huruf c ayat ini termasuk pula kegiatan eksploitasi dan
pemeliharaan bangunan sungai.
Ayat (2)
Pengaturan dengan Keputusan Presiden diperlukan mengingat
masalah yang berkaitan dengan pengelolaan daerah pengaliran
sungai merupakan masalah lintas sektoral.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Yang dimaksud dengan masyarakat dalam ketentuan ini adalah masyarakat
dalam arti luas, tidak hanya terbatas kepada yang memanfaatkan sungai
dan/atau bangunan sungai saja.
Yang dimaksud dengan rambu-rambu dan tanda-tanda pekerjaan dalam
ketentuan ini, antara lain adalah:
– Papan nama sungai.
– Papan nama pelaksanaan pekerjaan persungaian.
– Tanda atau papan pemberitahuan tentang anjuran dan/atau
larangan.
– Rambu-rambu penunjuk arah navigasi.
– Patok-patok batas sempadan sungai.
– Tanda duga muka air.
Pasal 25
Yang dimaksud dengan mengubah aliran sungai antara lain
memindahkan, memperlebar, mempersempit, menutup aliran.
Pasal 26
Bangunan-bangunan yang dimaksud dalam ketentuan ini antara lain pipa
gas, pipa minyak, talang air, jembatan, kabel layang listrik atau telepon,
jalan kereta api.
Pasal 27
Yang dimaksud diperkirakan atau patut diduga akan menimbulkan
pencemaran atau menurunkan kualitas air sebagaimana tercantum pada
pasal ini, adalah apabila kuantitas atau kualitas limbah yang bersangkutan
melewati ambang batas tertentu.
Batas tersebut ditetapkan oleh Pejabat yang berwenang atas dasar
pertimbangan-pertimbangan khusus tentang sifat hidrologis masing-masing
sungai yang bersangkutan serta situasi penggunaan airnya.
Pasal 28
Semua pengambilan dan penggunaan air sungai untuk keperluan seperti
tersebut pada Pasal 19 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982
harus memperoleh izin Menteri.
Izin penggunaan air sungai untuk pembangkit tenaga listrik sesuai dengan
ketentuan pada Pasal 23 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun
1982 tetap diberikan oleh Menteri. Di samping itu mengingat penggunaan air
sungai diperlukan untuk melayani berbagai kepentingan/kebutuhan, maka
untuk tercapainya pemanfaatan yang sebesar-besarnya dan merata, dalam
rangka pemberian izin, Pejabat yang berwenang harus selalu memperhatikan
urutan prioritas pemanfaatan air sebagaimana tercantum pada penjelasan
Pasal 8 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Dalam hal wewenang dan tanggung jawab pembinaan sungai
yang ditugas pembantuankan kepada Pemerintah Daerah, maka
ketentuan dalam ayat ini diartikan bahwa sumber biaya tetap
berasal dari Pemerintah Pusat yang disalurkan kepada
Pemerintah Daerah.
Namun dalam hal ini tidak berarti melarang Pemerintah Daerah
untuk menyediakan dana bagi biaya pembangunan bangunan
sungai yang dianggap perlu.
Ayat (2)
Usaha-usaha yang tertentu yang dimaksud dalam ayat ini ialah
usaha yang manfaatnya terbatas bagi kelompok masyarakat
yang berkepentingan.
Ayat (3)
Ketentuan ini berpedoman pada Pasal 14 ayat (2) Undangundang
Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Diberlakukannya Peraturan Pemerintah ini mulai tanggal 3 Desember 1991,
dimaksudkan untuk memberikan. kesempatan kepada aparat Pemerintah
memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk mengetahuinya.
______________________________________

Leave a comment