Berita Ikan Ciliwung

Mei 2010

Ikan di DAS Ciliwung Terancam Punah

Sumber: http://www.pikiran-rakyat.com/ 13 Mei 2010 

BOGOR,(PRLM).- Spesies ikan yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung, dari hulu sampai hilir sudah mulai punah. Penyebabnya, air Sungai Ciliwung yang merupakan air untuk masyarakat daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabotabek) sudah mulai tercemar. Dari 187 jumlah spesies, yang tersisa kini hanya 15 spesies.

Hal tersebut disampaikan Renny K. Hadiaty, peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor. Kata dia, berdasarkan penelitian yang dilakukannya pada tahun 2009 lalu, spesies hewan yang berada di dalam Sungai Ciliwung itu sudah mulai punah.

”Sekarang ini jumlah spesies hewan yang masih hidup di Sungai Ciliwung itu hanya 15 spesies dari 187 spesies,” ucapnya kepada wartawan, usai memaparkan tentang keanekaragaman hayati, di LIPI, Jln. Ir. H. Djuanda, Kec. Bogor Tengah, Kota Bogor, Rabu (12/5).

Ia mengatakan yang menyebabkan Sungai Ciliwung dari hulu sampai hilir itu sudah tercemar, dan sangat tidak memungkinkan lagi untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Dikarenakan, adanya pencemaran lingkungan, berkembangnya pabrik-pabrik sampah pabriknya di buang sembarangan di sungai tersebut.

Tidak hanya itu, jelasa Hadiaty, pasir-pasir yang terdapat di dalam Sungai Ciliwung itu sudah diambil orang-orang yang tak bertanggungjawab. Yang lebih ironisnya, bahan kimia dari pabrik-pabrik mencemari sungai itu.

“Jadi kami menilai kualitas air Sungai Ciliwung itu sangat tidak layak dipakai lagi oleh masyarakat Jabotabek, dan dampak dari tercemarnya sungai masyarakat Jabotabek juga tidak bisa lagi mengkonsumsi ikan dan tumbuhan yang dahulu di makan akan punah dan sangat sulit untuk mencarinya,” paparnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor, Siti Nuramaliati Prijono mengatakan bangsa Indonesia dikaruniai keanekaragaman hayati serta tingkat endemis yang tinggi yang dapat dijadikan salah satu modal dasar pembangunan yang berkelanjutan.

”Namun Indonesia ternyata merupakan negara yang memiliki daftar terpanjang jenis-jenis keanekaragaman hayati yang terancam punah, bahkan banyak yang belum diketahui nama dan potensinya,” tuturnya.

Sebagai contoh, beber Nura, kajian tentang hilangnya keanekaragaman jenis krustasea, moluska, dan ikan, di DAS Ciliwung dan Cisadane. Laju kehilangan jenis asli krustasea, moluska, dan ikan di DAS Ciliwung pada tahun 2009 adalah sebesar 66,7 persen, dan 92,5 persen secara berturut-turut.(A-134/A-26).***

Limbah Ancam Keberadaan Ikan di Sungai Ciliwung

Sumber:  http://www.sanitasi.or.id/ 14 May 2010 

Kepala Laboratorium Ichtiology Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Renny K Hadiaty menyebutkan pembuangan limbah ke dalam aliran sungai mengancam keberadaan aneka jenis ikan.

“Seperti yang terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dan Cisadane, dari hulu sampai hilir kini sudah tidak banyak lagi terlihat ikan akibat adanya pencemaran limbah industri dan rumah tangga,” katanya di Pusat Penelitian (Puslit) Biologi LIPI, kompleks “Cibinong Science Center” (CSC) Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (13/5).

Ia mengungkapkan, dari 187 jenis ikan yang semula hidup dan berkembang di DAS Ciliwung, kini tinggal hanya sekitar 20 jenis saja.

“Sedangkan di DAS Cisadane dari 135 jenis ikan yang ada kini hanya tinggal 38 jenis saja. Jika ini dibiarkan, lambat laun kehidupan ikan di dua sungai itu akan punah,” katanya menjelaskan.

Ia menyebutkan, 20 jenis ikan yang masih bertahan di DAS Ciliwung, 15 jenis di antaranya merupakan ikan endemik, lima jenis lainya adalah ikan eksodus dari perairan luar seperti Amazon dan Afrika.

Lima jenis ikan eksodus yang ditemukan di perairan Ciliwung itu adalah ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys pardalis), ikan seribu (Poecilia reticulata), mujair (Oreochromis niloticus), serta dua jenis lagi masih merupakan ikan seribu namun berbeda specimennya, yakni Poecillia sp dan Xiphophorus helleri.

Beberapa ikan lain yang masih bertahan hidup di dua aliran sungai yang juga sumber air bersih untuk masyarakat daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabotabek) itu, diketahui berjenis predator.

“Keberadaan ikan-ikan predator sangat tidak baik untuk ekosistem di aliran sungai,” ucapnya.

Hilangnya beberapa jenis ikan di DAS Ciliwung dan Cisadane berdampak buruk bagi kelangsungan hidup manusia dan ekosistem alam.

Ikan adalah sumber protein bagi umat manusia. Hilangnya ikan di sepanjang DAS, tentu membuat warga yang tinggal di daerah itu tidak dapat menikmati satwa yang merupakan sumber protein.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2009, Renny mencatat 92,5 persen ikan yang hilang disebabkan oleh limbah pabrik, limbah rumah tangga, penambangan liar dan bencana banjir.

Ia mengatakan, sebagian besar hilangnya jenis ikan di DAS Ciliwung dan Cisadane akibat limbah pabrik dan rumah tangga yang dibiarkan dibuang ke sungai.

“Saya melihat, di beberapa titik di Sungai Ciliwung rusak karena limbah pabrik yang dibuang ke dalam sungai, airnya berubah menjadi kecoklatan dan berbau,” ungkapnya.

Ikan-Ikan Penghuni Ciliwung

Oleh: Ruby Vidia Kusumah

Balai Riset Budidaya Ikan Hias Kementerian kelautan dan Perikanan, 
Jl. Perikanan No. 13 Rt 1/ RW 2, Pancoran Mas, Kota Depok 16436
Telp. 62 21 75 20 48 2, Cell. 62 87 87 87 57 20 5; Email: kusumah_rv@yahoo.co  

Sumber: http://tjiliwoeng.blogspot.com/  01 Februari 2011 

“Emang Ciliwung ada ikannya?”, mungkin itulah pertanyaan yang berulangkali harus kami (KPC) jawab saat akan melakukan pengoleksian ikan. Bagi kebanyakan orang, kalimat tanya ini mungkin terdengar sangat biasa atau bahkan tak bermakna apa-apa. Tak ada yang spesial, tak juga ada teka teki yang harus ditebak. Hanya sebuah pertanyaan yang membutuhkan jawaban saja. Cuma itu.

Biasa bagi kebanyakan orang, bukan juga berarti biasa bagi yang lainnya. Bagi Komunitas Peduli Ciliwung (KPC) sendiri, pertanyaan yang dibangun dari empat kata ini telah memberikan makna lain berupa semangat. Semangat luar biasa yang kemudian diterjemahkan menjadi suatu keharusan. Bagai sebuah “pecut” yang mencambuk seluruh bagian tubuh, pertanyaan ini seakan telah menemukan caranya sendiri untuk memaksa KPC agar berusaha lebih keras melakukan sebuah pembuktian. Suatu upaya untuk menjawab pertanyaan serta mencari informasi tentang sesuatu yang bernilai benar. Tantangan yang semakin menarik.

Susur Ciliwung yang digagas KPC merupakan kesempatan baik untuk mengenal Ciliwung lebih jauh serta menggali berbagai informasi yang ada, termasuk ikan-ikan yang menjadi penghuninya. Dengan penyusuran yang dilakukan mulai dari hulu sungai maka diharapkan banyak lokasi yang bisa digunakan untuk mengoleksi berbagai jenis ikan Ciliwung.

Dalam derasnya arus sungai, di balik sampah-sampah yang mengotori Ciliwung, serta di belakang bebatuan yang menahan laju aliran sungai, ikan-ikan itu akhirnya bisa ditemukan dan ditangkap untuk dijadikan koleksi. Dari dua titik lokasi penangkapan di Desa Tugu Utara, Puncak, Bogor, total ikan yang berhasil diperoleh adalah sebanyak 26 ekor yang berasal dari 6 spesies (3 spesies lokal/native; 3 spesies asing/introduksi). Spesimen berupa ikan-ikan mati ataupun hidup selanjutnya menjadi koleksi Komunitas Peduli Ciliwung (KPC) yang kemudian dibawa ke Balai Riset Budidaya Ikan Hias, Depok milik Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Selain ikan-ikan yang diperoleh saat Susur Sungai, sebelumnya, KPC juga pernah mengoleksi beberapa spesies ikan penghuni Ciliwung lainnya di Lebak Kantin, Sempur; Kebun Raya Bogor; Bendungan Cibagoloh; serta Pangkalan Satu, Kedung Badak. Ikan-ikan tersebut antara lain adalah: berot, arelot, senggal, paray, …bersambung

Pustaka:

Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, dan S. Wirjoatmodjo. 1993. Ikan Air Tawar Indonesia bagian Barat dan Sulawesi. Periplus dan Proyek EMDI KMNKLH. Jakarta. ISBN 0-945971-60-5. p.60.

Ekspedisi Ikan-Ikan Ciliwung

Oleh: Ruby Vidia Kusumah

Balai Riset Budidaya Ikan Hias Kementerian kelautan dan Perikanan, 
Jl. Perikanan No. 13 Rt 1/ RW 2, Pancoran Mas, Kota Depok 16436
Telp. 62 21 75 20 48 2, Cell. 62 87 87 87 57 20 5; Email: kusumah_rv@yahoo.co  

Sumber:http://tjiliwoeng.blogspot.com/23 Februari 2011  

Artikel ini merupakan sambungan dari Ikan-Ikan Penghuni Ciliwung …

Berbicara masalah “sambung menyambung” atau “lanjut melanjutkan”, saya jadi ingat artikel bersambung yang pernah saya posting hampir empat minggu yang lalu. Dalam artikel tersebut saya melaporkan 6 spesies ikan hasil koleksi Komunitas Peduli Ciliwung (KPC) saat Susur Ciliwung, 8/1/2011. Pada bagian akhir artikel, saya menutup ceritanya dengan menyebutkan beberapa spesies lainnya yang lebih dulu dikoleksi KPC, seperti berot, arelot, senggal, dan paray.

Perjalanan dari hulu ke hilir (baca: susur Ciliwung) telah mengungkap banyak cerita dan informasi tentang sungai Ciliwung, termasuk ikan-ikan yang hidup didalamnya. Jika menengok perjalanan KPC jauh ke belakang, sebenarnya penelusuran informasi dan pengoleksian spesimen ikan-ikan ini tidak hanya berlangsung saat Susur Ciliwung saja. Sejak tahun 2009, Komunitas Peduli Ciliwung telah mencari tahu keberadaan ikan-ikan tersebut.

Ekspedisi Pulo Geulis (12/4/2009) merupakan awal penelusuran terhadap ikan-ikan Ciliwung ini. Melalui wawancara dengan masyarakat sekitar, KPC berhasil mencatat beberapa spesies ikan penghuni Ciliwung seperti benteur, lele, ikan mas, bogo, sepat, nila, mujaer, dan belut. Tak selesai sampai disini saja, ekspedisi-ekspedisi lanjutan-pun segera berlangsung setelahnya.

Tanggal 3 dan 10 Mei 2009, Ekspedisi Bowie 1 (link) dan 2 (link) sukses mengawali proses pengoleksian ikan-ikan hidup. Dari dua ekspedisi ini, Mas Bowie dari LATIN serta kedua orang putranya berhasil mengoleksi beunteur, bungkreung, senggal serta anak ikan berot dan arelot (unpublished). Beberapa foto dari ikan-ikan Ciliwung ini kemudian digunakan Mas Bowie untuk melengkapi tulisannya di situs Wikipedia (lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Wader_bintik-dua dan http://id.wikipedia.org/wiki/Gupi).

Ekspedisi tak terlupakan dari pengoleksian ikan-ikan Ciliwung ini terjadi tanggal 12 – 13 Februari 2010. Pada tanggal tersebut, secara dadakan KPC segera mengadakan Ekspedisi Banjir Ciliwung setelah memperoleh informasi mengenai ketinggian air Ciliwung yang tak wajar. Ekspedisi yang berlangsung selama dua hari ini telah mengawali proses pengawetan spesimen ikan-ikan mati yang kemudian dibawa ke Balai Riset Budidaya Ikan Hias, Depok milik Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jika dibandingkan dengan ekspedisi-ekspedisi lainnya, Ekspedisi Banjir Ciliwung telah sukses mengoleksi spesies ikan paling banyak. Adapun spesies-spesies tersebut antara lain adalah: berot, kehkel, beunteur, arelot, paray, jeler, senggal, dan sapu-sapu (unpublished).

Beberapa hari setelah Ekspedisi Banjir Ciliwung berlangsung, Komandan Hari berhasil mengoleksi ikan sepat (Trichogaster trichopterus Pallas, 1770) sehingga menambah jumlah spesies yang diperoleh. Selanjutnya pada tanggal 28 Maret 2010 , bertepatan dengan arisan keluarga Hapsoro di Ciliwung, Ekspedisi Kebun Raya-pun berlangsung. Masuk melalui kolong Jembatan Jalak Harupat menuju Kebun Raya Bogor, KPC berhasil mengoleksi ikan nila merah (Oreochromis sp.) (unpublished).

Terakhir, tanggal 8 Januari dan 12 Februari 2011, berlangsung Ekspedisi Hulu-Hilir 1 dan 2 (baca: Susur Ciliwung 1 dan 2). Pada Ekspedisi Hulu-Hilir 1, KPC berhasil mengoleksi beunteur, kehkel, jeler, nila, bungkreung dan platy pedang (lihat Ikan-Ikan Penghuni Ciliwung), kemudian pada Ekspedisi Hulu-Hilir 2, KPC berhasil mengoleksi kehkel, anak ikan jeler dan lele sedangkan bogo tidak berhasil ditangkap.

Selain pengoleksian secara langsung melalui ekspedisi-ekspedisi di atas, penelusuran informasi mengenai spesies-spesies ikan Ciliwung juga diperoleh dari pengalaman mancing Komandan Hari. Informasi lainnya diperoleh melalui wawancara langsung dengan masyarakat yang tinggal di bantaran sungai Ciliwung. Dari dua pendekatan ini diketahui spesies lainnya yang hidup di Ciliwung, seperti: ikan mas, koki, tambakang, mujaer, betok, lubang, dan gabus malas (wawancara pribadi).

Demikian sedikit cerita tentang ekspedisi ikan-ikan Ciliwung yang telah dilakukan KPC sejak tahun 2009, semoga dapat memberikan pemahaman dan manfaat bagi para pembacanya. Amin.

Foto: Hapsoro dan Mas Bowie
Grafis: Ruby

Pustaka:

Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, dan S. Wirjoatmodjo. 1993. Ikan Air Tawar Indonesia bagian Barat dan Sulawesi. Periplus dan Proyek EMDI KMNKLH. Jakarta. ISBN 0-945971-60-5. p.60.

Robin. 2008. Pangio oblonga. http://www.loaches.com/species-index/pangi

April 2011

Berat 10 Kg, panjang 2 Meter

Heboh, Lele Raksasa Dapat Pancing di Kali Ciliwung

Sumber: http://poskota.co.id/ 13 April 2011 

lele-raksasa8BOGOR (Pos Kota) – Lele berukuran raksasa hebohkan warga Jalan Roda II Kampung Kebon Cokelat RT 01 RW 01 Kelurahan Babakan, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Lele yang memiliki ukuran tidak lazim ini ditemukan di bantaran Kali Ciliwung.

Warga yang menemukan, semula mengira, jika ikan berbadan licin ini dikira “Dedemit” Kali Cilwung. Bahkan Agus Kurnia 26, warga sekitar yang menemukan lele ini saat memancing, yakin, jika lele dengan panjang 2 meter bobot 10 kilogram ini, adalah penjelmaan penghuni Kali Ciliwung yang masuk ke tubuh ikan ini.

“Saya dapat lele ini Minggu (10/04) siang, saat mancing. Saya ngga ada firasat apa-apa saat menuju sungai,” kata bapak satu ini dirumahnya Rabu (13/4) siang.

Menurutnya, dirinya tiba di sungai, seperti biasa, langsung mencari lokasi untuk memancing. Menurutnya, tiga hari sebelum mendapat lele berukuran raksasa ini, dirinya sempat melihat ikan besar berenang di arus sungai.

“Rupanya penglihatan itu, memberi isarat, akan ada lele besar,” cerita pria yang mengaku hobi memancing sejak kecil ini.

lele-raksasa6Ditambahkan, sejak pagi hingga siang, ia belum mendapat apa-apa. Semula dirinya berniat ingin pulang karena rasa jenuh. Namun niat itu urung.

“Eh begitu pancing terakhir, ada ikan yang nyambar kail. Begitu di tarik, ternyata lele besar. Semula saya takut dengan besarnya, karena pikir ada penjelmaan dari penghuni sungai,” papar Agus.

Menurut Agus, untuk menarik lele ke darat, ia membutuhkan waktu kurang lebih 20 menit. Selanjutnya, lele raksasa itu ia memasukannya kedalam karung dan membawanya pulang ke rumahnya.

“Warga yang mendengar, langsung datang. Sejak ditemukan, rumah saya selalu didatangi orang. Ikan ini akan saya pelihara sambilmenunggu kalau ada yang berniat membelinya. Kalau di potong untuk dimasak, saya nggak mau,” ungkap Agus sambil menambahkan, sempat ada beberapa orang yang menawarnya,namun karena terlalu kecil harganya, dirinya tidak setuju.

(yopi/sir)

Oktober 2011

Pendatang Haram di Sungai Ciliwung 

Oleh:  Ruby Vidia Kusumah

Sumber:  http://tjiliwoeng.blogspot.com/ 20 Oktober 2011 

Tak disangka hasil penelusuran yang dilakukan Komunitas Peduli Ciliwung (KPC) Bogor bekerja sama dengan Balai Riset Budidaya ikan hias (BRBIH) Depok sejak tahun 2009 hingga 2011 telah berhasil menginventarisasi sebanyak 33 spesies ikan yang kini menghuni Sungai Ciliwung Bogor. Selanjutnya dikatakan pula bahwa 13 jenis atau 39,4% dari jumlah tersebut termasuk spesies asing (alien) yang terintroduksi. Kira-kira itulah informasi yang disampaikan KPC Bogor dalam Forum Nasional Pemacuan Sumberdaya Ikan (FNPSI) III di Bandung 18 Oktober 2011 yang lalu.

Jika dibandingkan dengan hasil studi yang dilakukan LIPI tahun 2009, jumlah spesies ikan asing ini tampak mengalami peningkatan. Sebelumnya menurut tim peneliti Pusat Penelitian (Puslit) Biologi LIPI, jumlah spesies ikan asing penghuni sungai Ciliwung berjumlah 5 spesies yang terdiri dari ikan sapu-sapu (Pterygoplichthys pardalis), ikan seribu (Poecilia reticulata), mujair (Oreochromis niloticus), serta dua jenis ikan seribu lainnya (Poecillia sp. dan Xiphophorus helleri) (Media Indonesia, 2010). Sedangkan menurut hasil penelusuran yang dilakukan Komunitas Peduli Ciliwung Bogor, 13 spesies ikan asing ini terdiri dari Koki (Carassius auratus), Mas (Cyprinus carpio), Koan (Ctenopharyngodon idella), Bungkreung (Poecilia reticulata dan Gambusia affinis), Sisik melik (Xiphophorus hellerii), Nila (Oreochromis niloticus), Mujaer (Oreochromis mossambicus), Nila merah (Oreochromis sp.), Golsom (Aequidens rivulatus), Sepat siam (Trichogaster pectoralis), Lele dumbo (Clarias sp.), dan Sapu-sapu (Pterygoplichthys pardalis).

Masuknya spesies asing ke perairan umum dilaporkan banyak ahli memiliki berbagai dampak, mulai dari sosial, budaya, ekonomi, hingga ekologi. Secara ekologi sendiri, Prof. DR. M.F Rahardjo selaku Ketua Masyarakat Iktiologi Indonesia (MII) menyatakan bahwa keberadaan spesies asing dalam suatu ekosistem perairan berpotensi mengganggu jejaring makanan, menggantikan spesies yang mempunyai relung ekologis sama, mengurangi keanekaragaman hayati, merusak perikanan, menurunkan tingkat kualitas habitat, menurunkan estetika perairan dan kualitas rekreasi, merusak pasokan air masyarakat, mengganggu transportasi, serta mengancam kesehatan masyarakat.

Berdasarkan kajian ini, berbagai potensi ancaman lainnya yang tengah dihadapi spesies ikan asli penghuni Sungai Ciliwung-pun kini bertambah dengan kehadiran spesies-spesies asing ini. Oleh karenanya, berbagai upaya manajemen serta budidaya spesies-spesies ikan asli Sungai Ciliwung-pun perlu segera dilakukan sebagai upaya penyelamatan dan pemanfaatan bagi peningkatan ekonomi masyarakat.[Ruby Vidia Kusumah]

November 2011

92 Persen Ikan di Ciliwung Telah Punah

Yunanto Wiji Utomo | Glori K. Wadrianto

Sumber: http://sains.kompas.com/15 November 2011

JAKARTA, KOMPAS.com – Biodiversitas atau keragaman hayati di Sungai Ciliwung memprihatinkan. Pandangan ini diungkapkan Dr. Siti Nuramaliati Prijono, Kepala Puslit Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

“Yang sudah kita lakukan, 92 persen ikan di Ciliwung sudah punah, sementara untuk mollusca 66,7 persen serta bangsa udang dan kepiting juga 66,7 persen,” kata Siti, Selasa (15/11/2011).

Hasil penelitian tersebut didapatkan dengan menganalisa biodiversitas Ciliwung tahun 2009 dan membandingkannya dengan koleksi makhluk hidup di Ciliwung yang ada di Museum Zoologi Bogor, merujuk keragaman tahun 1910.

Melihat rentang waktu dari 1910-2009, bisa dilihat bahwa mayoritas jenis-jenis ikan, mollusca serta udang dan kepiting di Ciliwung punah dalam seabad. “Mulai punah itu sejak manusia mulai banyak di sekitar Ciliwung. Lalu karena polusi dari limbah dan Ciliwung yang seperti menjadi tempat sampah terpanjang,” katanya.

Salah satu jenis yang punah, kata Siti, adalah lele berukuran besar mirip lele dumbo. Disayangkan sebab jika tidak punah, lele itu bisa menjadi sumber protein bagi masyarakat.

Hingga sejauh ini, LIPI belum melakukan penelitian terhadap organisme lain, seperti bulus, kura-kura dan ular, sehingga belum diketahui penurunan biodiversitas satwa tersebut di Ciliwung saat ini.

Satwa Ciliwung kini banyak mengalami tekanan, salah satunya akibat perburunan manusia untuk mencari bahan makanan. Misalnya, jenis kura-kura dan bulus yang saat ini banyak diambil untuk dikonsumsi.

Seperti dilaporkan sebelumnya, bulus raksasa yang ditemukan di Ciliwung kemarin hampir saja dipotong. Namun, pemotongan gagal karena ada warga yang membeli bulus seharga Rp 300 ribu.

Bulus dan kura-kura dari Ciliwung dilaporkan sering diburu dan hasilnya dijual di restoran sebagai bahan makanan. Penelitian perlu dilakukan sehingga paling tidak upaya pencarian sumber makanan untuk konsumsi bisa mempertimbangkan populasi spesies tertentu di alam.

Oktober 2011

Biota Ciliwung Bogor Diapresiasi Secara Ilmiah di Bandung

Sumber: http://kotahujan.com/ 19 October 2011  

Bandung|Kotahujan.com-Sungai Ciliwung saat ini dikenal sebagai “Tempat Pembuangan Sampah Terpanjang di Dunia”. Nyaris sepanjang alirannya sejak dari hulu di Bogor hingga muara di Pantai Jakarta, orang memperlakukannya sebagai tempat sampah. Ibaratnya mau cari jenis sampah apa saja selain ke TPA, silahkan ke Ciliwung. Kondisi ini telah membuat pandangan skeptis bahwa Ciliwung sudah “habis” potensinya. Padahal hasil temuan Komunitas Peduli Ciliwung (KPC) Bogor bekerja sama dengan Balai Riset Budidaya Ikan Hias (BRBIH) Depok, sejak tahun 2009 hingga 2011 mencatat ada 33 spesies ikan yang hidup di Sungai Ciliwung Bogor.

Menariknya sebanyak 13 (39,4%) dari 33 spesies ikan yang hidup di Sungai Ciliwung Bogor adalah spesies ikan asing (alien). Demikian paparan Ruby Vidia Kusumah, aktivis KPC yang juga staf Balai Riset Budidaya Ikan Hias Kementerian Kelautan dan Perikanan, pada Forum Pemacuan Sumberdaya Ikan III oleh Balai Riset Pemulihan Sumberdaya Ikan (Jatiluhur) di Bandung, Rabu (18/10) kemarin.

“33 jenis ikan ini kami ketahui dari hasil wawancara warga sekitar Ciliwung Bogor dan hasil inventarisasi,” paparnya.

Makalah yang disampaikan Ruby bersama tim-nya memaparkan estimasi dampak ekologi yang terjadi akibat introduksi spesies ikan asing (alien) di Sungai Ciliwung. Pada bagian lainnya juga dipaparkan informasi mengenai keanekaragaman, pemanfaatan, serta potensi ekonomi berbagai spesies ikan asli(native) penghuni Sungai Ciliwung.

Hasil riset Sukarela dilakukan di Sungai Ciliwung Bogor mulai dari Desa Tugu Selatan(hulu) sampai Kedung Badak (hilir), disampaikan sebagai upaya mengangkat potensi Ciliwung pada forum-forum ilmiah, dan mementahkan anggapan keraguan orang “Memang Ada Ikan di Ciliwung !? ”.

Selama ini opini dikalangan ahli ekologi berbeda soal interaksi biotik berbagai spesies ikan asli (native) dan lingkungan. Di satu pihak, keberadaannya dipercaya sebagai ancaman bagi kelestarian spesies-spesies asli. Sedangkan di pihak lainnya, banyak ahli juga mempercayai bahwa kehadiran spesies asing ini akan memberikan manfaat yang menguntungkan bagi kepentingan konservasi spesies asli.

“Kita angkat ini agar kedepannya nanti ada yang tertarik dan lebih fokus menggali potensi Ciliwung ini. Saat ini kita melakukan sukarela dan dengan sumberdaya (voluntery) apa adanya,” ungkap Ruby

Makalah ini kemudian mendapatkan apresiasi dari Profesor. Rahardjo, Dosen FPIK IPB yang menjadi panelis makalah. Saat ini makalah tersebut dalam proses pengoreksian panitia dan rencananya akan diterbitkan Desember nanti.

Ikan Lokal ingga Spesies Asing Ciliwung 

Oleh: Ruby Vidia Kusumah

Sumber: http://indig3nous.blogspot.com/20 Oktober 2011 

Beberapa informasi ini merupakan hasil inventarisasi yang dilakukan Komunitas Peduli Ciliwung (KPC) Bogor untuk mengenali potensi akuatik yang ada di Sungai Ciliwung dan sebagian telah dipresentasikan dalam Forum Nasional Pemacuan Sumberdaya Ikan III, BRPSI, KKP, Bandung, 18 Oktober 2011 . Kegiatan ini dilakukan melalui pengoleksian secara langsung maupun berdasarkan hasil wawancara kepada warga bantaran sungai Ciliwung. Dari kegiatan tersebut telah berhasil terinventarisasi ikan sebanyak 33 spesies dimana 13 ekor (61%) diantaranya merupakan spesies asing.

Gambar ikan Menga (Brachygobius aggregatus)

Ikan-ikan yang termasuk spesies asli terdiri dari: Lubang (Anguilla bicolor), Julung-julung (Dermogenys pusilla), Arelot (Pangio oblonga), Paray (Rasbora aprotaenia), Beunteur (Puntius binotatus), Tawes (Barbonymus gonionotus), Soro (Tor soro), Hampal (Hampala macrolepidota), Betok (Anabas testudineus), Bogo (Channa striata), Betutu (Oxyeleotris marmorata), Tambakang (Helostoma temminkii), Sepat rawa (Trichopodus trichopterus), Cupang sawah (Trichopsis vittata), Senggal (Hemibagrus cf. nemurus), Lele lokal (Clarias batrachus), Kehkel (Glyptothorax platypogon), Berod (Macrognathus maculatus), dan Belut (Monopterus albus), sedangkan yang merupakan spesies introduksi antara lain terdiri dari: ikan Mas (Cyprinus caprio), Koan (Ctenopharyngodon idella), Koki (Carassius auratus), Nila (Oreochromis niloticus), Nila merah (Oreochromis sp.), Mujair (Oreochromis mossambicus), Golsom (Aequidens rivulatus), Lele dumbo (Clarias sp.), Sapu-sapu (Pterygoplichthys pardalis), Sisik melik (Xiphophorus hellerii), Bungkreung (Poecilia reticulata dan Gambusia affinis), dan Sepat siam (Trichogaster pectoralis).

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT) Bogor pada tahun 2007, jenis ikan yang ditemukan di Sungai Ciliwung diantaranya adalah Baung hitam (senggal), Baung lilin, Hampal, Beunteur, dan beberapa jenis ikan Loach (komunikasi pribadi). Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan Komunitas Ciliwung Bojonggede, beberapa spesies lainnya juga diketahui mulai dari sili, gehed, patin, bawal, menga (Brachygobius aggregatus), hingga buntal air tawar pada sekitar tahun ’80-an yang mirip dengan spesies dari Palembang yaitu Tetraodon palembangensis. Dari wawancara ini juga tercatat hasil tangkapan ikan Mas hingga mencapai bobot 7 kg serta Baung berbobot 3 kg di Sungai Ciliwung Bojonggede. [Ruby Vidia Kusumah]

April 2012

Menyedihkan! Dari 187 Hanya Tersisa 20 Jenis Ikan di Ciliwung

Nurvita Indarini – detikNews

Sumber: http://news.detik.com/ 23 April 2012 

Jakarta Semula di Sungai Ciliwung hidup 187 jenis ikan. Namun seiring waktu berlalu dan kondisi alam yang berubah, jenis ikan yang hidup di sungai tersebut menyusut. Kini diperkirakan hanya tinggal sekitar 20 jenis ikan saja yang hidup di sungai yang dinilai paling parah kerusakannya itu.

“Jenis ikan yang ada di Sungai Ciliwung jauh berkurang. Saya ikut dalam penelitian tahun 2009-2011. Temuan yang ada di sungai dibandingkan dengan informasi yang ada di buku (The Fishes of The Indo-Australian Archipelago karya Weber & de Beaufort) jauh sekali. Dari 187 ikan, hanya tersisa 20 jenis berdasar penelitian tahun 2009,” ujar Kepala Laboratorium Ichtiology Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Renny Hadiaty, dalam perbincangan dengan detikcom, Senin (23/4/2012).

Dari 20 jenis ikan yang ada, 5 di antaranya adalah introduce species atau spesies dari luar Indonesia seperti dari Amazon maupun Afrika. Ikan eksodus yang ditemukan di Sungai Ciliwung antara lain ikan sapu-sapu, ikan seribu, dan mujair.

“Ikan-ikan introduce ini ada yang predator, seperti ikan sapu-sapu yang kulitnya tebal. Ini bisa menjadi kompetitor bagi ikan asli untuk mendapatkan makanan maupun mendapatkan ruang,” terang Renny.

Jenis ikan asli yang ditemukan di beberapa situ yang diteliti sepanjang Ciliwung antara lain ikan belida, bandeng, mas, julung-julung, wader, cupang, dan gabus. Sementara itu dari 13 situ yang dikunjungi, dua situ yakni Rawa Denok dan Telaga Subur telah beralih fungsi. Rawa Denok telah menjadi pemukiman, sedangkan Telaga Subur menjadi restoran bernuansa telaga.

Para peneliti di LIPI juga menemukan laju kehilangan jenis ikan di daerah aliran sungai (DAS) tahun 2010 yaitu 84,5 persen. Angka ini masih lebih kecil dibandingkan laju kehilangan jenis ikan di perairan sungai yang mencapai 92,5 persen.  (vit/nrl)

Sungai Ciliwung rusak, 167 jenis ikan hilang

Sumber: http://metro.sindonews.com/  25 Maret 2013  

Tim SOAR Rafting saat menyusuri Sungai Ciliwung (foto:Haryudi/Koran Sindo)

Sindonews.com – Petugas Jaga Bendung Katulampa Andi Sudirman mengatakan, tidak sedikit sampah yang tersangkut di saluran bendungan yang dibawa dari hulu. Dalam sehari, bahkan jumlahnya bisa mencapai 1 truk sampah.

“Usai hujan, Ciliwung bukan hanya mengirim air tapi juga sampah dan setiap harinya kami harus mengangkat sekitar 1 truk material sampah,” ujar Andi, kepada wartawan di Bogor, Senin (25/3/2013).

Ditambahkan dia, sampah-sampah itu telah merusak dan mencemarkan Sungai Ciliwung, hingga berdampak pada kepunahan sejumlah biota asli Ciliwung.

Menurut survei biologi Komunitas Peduli Ciliwung (KPC), pada masa pemeritahan Hindia Belanda tahun 1910, ditemukan 187 jenis biota asli Ciliwung.

“Berdasarkan hasil pendataan terakhir 2009-2012, hanya ditemukan kurang dari 20 jenis saja, artinya ada sekitar 167 jenis ikan yang hilang dari Ciliwung. Seperti udang air tawar, dan ganggang air tawar. Hal tersebut dikarenakan kualitas air Ciliwung yang buruk,” sambung Koordinator KPC Een Irawan.

Sementara itu, Peneliti Pusat Pengkajian, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) IPB Ernan Rustiadi menilai, kerusahkan Sungai Ciliwung juga diakibatkan oleh banyaknya bangunan di sekitar aliaran sungai.

“DAS yang semestinya bisa menjadi kawasaan resapan, kini semakin sempit akibat alih fungsi lahan. Air hujan tidak lagi dapat meresap ke dalam tanah, tetapi menjadi air permukaan yang menyebabkan Sungai Ciliwung lebih mudah meluap saat curah hujan tinggi,” ungkapnya.

P4W IPB mencatat, dalam kurun waktu 1990-2011 saja, ada 354 hektar hutan lebat dan 755 hutan semak di hulu Ciliwung yang sudah beralih fungsi. Sementara luas pemukiman pada tahun 1990 tercatat 883 hektar sudah bertambah 1.287 hektar dalam 20 tahun terakhir. (san)

One Comment on “Berita Ikan Ciliwung”


  1. aku berharap sungai ciliwung bisa indah dan bersih seperti tokyo ,singapura,dan negara lainnya yang maju lingkungannya
    rasanya tidak enak dilihat kalau sungai banyak sampah atau kotoran
    andai saja ada denda diperketat pasti pencemar sungai itu bisa ditangkap seperti halnya singapura


Leave a comment